Menjadi seorang guru bukanlah hal yang mudah karena harus menempuh kuliah minimal 3 tahun dan berlanjut berlatih juga menyiapkan banyak administrasi mengajar di kelas dll ditambah berat dan banyak tugas ngurus pekerjaan rumah.
Profesi guru adalah salah satu profesi yang paling mulia dan berpengaruh dalam pembentukan karakter dan pengetahuan generasi mendatang. Namun, tidak semua yang menyandang gelar guru benar-benar menghayati makna dan tanggung jawab profesi ini.
Salah satu dosen di kampus saya dalam mengajarnya pernah melabeli guru dengan istilah “menjadi guru,” “guru yang dijadikan,” dan “guru jadi-jadian.” Dulu kami suka tertawa kalau mendengar pernyataan dosen tersebut. Tetapi kini saya mulai merenungi dan mencari apa makna dari ketiga pernyataan tersebut, dan ternyata inilah perbedaan dari ketiga istilah tersebut dan bagaimana dampaknya terhadap kualitas pendidikan? Biarpun demikian menurut saya, Guru tetaplah guru seperti apa pun situasinya dia tetaplah pendidik yang semestinya memberikan pelayanan terhadap siswanya dengan penuh rasa cinta, terlepas dari segala keterbatasan yang dimilikinya.
Guru yang sejati menguasai materi pelajaran yang mereka ajarkan serta metode pengajaran yang efektif. Mereka tidak hanya mengetahui apa yang mereka ajarkan tetapi juga memahami cara terbaik untuk menyampaikan informasi tersebut kepada siswa. Mereka mampu :
Guru sejatinya tidak hanya sekedar mengajar tetapi juga mendidik. Empati dan kepedulian adalah inti dari mendidik siswa. Guru sejati peduli terhadap perkembangan akademis dan emosional siswa. Guru adalah ayah ruhani yang tugasnya tidak hanya membimbing anak-anak manusia menjadi cerdas, tetapi juga membuat mereka sadar akan makna dan tanggung jawab hidup. Mereka :
Guru yang sejati adalah pembelajar seumur hidup. Mereka terus-menerus berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka serta tidak anti dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi. Ini termasuk :
Sehingga pada intinya :
Guru yang sejati tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik dengan penuh dedikasi dan kasih sayang, menciptakan dampak positif yang bertahan lama pada kehidupan siswa mereka. Guru yang sejati berperan sebagai teladan, inspirasi, dan motivator bagi siswanya. Mereka menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan mendukung, serta selalu berusaha membantu siswa mencapai potensi maksimalnya.
“Guru yang dijadikan” adalah mereka yang memasuki profesi ini bukan karena panggilan jiwa, melainkan karena keadaan atau keterpaksaan. Mereka mungkin memiliki kompetensi akademis yang memadai, tetapi tidak memiliki dedikasi atau minat yang kuat dalam mendidik. Beberapa alasan seseorang menjadi “guru yang dijadikan” meliputi :
Memilih profesi guru karena alasan finansial atau keterbatasan pilihan karir adalah salah satu faktor yang menyebabkan seseorang menjadi “guru yang dijadikan.” Dalam konteks ini, individu memasuki dunia pendidikan bukan karena panggilan jiwa atau minat yang mendalam terhadap pengajaran, melainkan karena :
Dampak : Guru yang memasuki profesi ini karena keterpaksaan ekonomi cenderung kurang memiliki motivasi dari dalam diri untuk mengajar dengan sepenuh hati. Mereka mungkin hanya melakukan tugas secara minimum yang diperlukan tanpa berusaha untuk berinovasi atau meningkatkan kualitas pengajaran. Hal ini dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa.
Menjadi guru karena dorongan dari keluarga atau masyarakat, bukan karena keinginan pribadi, adalah faktor lain yang membuat seseorang menjadi “guru yang dijadikan.” Dalam hal ini :
Dampak : Guru yang memasuki profesi ini karena tekanan sosial mungkin merasa tidak puas dan kurang bersemangat dalam pekerjaan mereka. Ini bisa menyebabkan penurunan kualitas pengajaran dan motivasi siswa, karena guru tidak sepenuhnya terlibat atau termotivasi untuk memberikan yang terbaik.
Tidak menyadari sepenuhnya tanggung jawab dan tantangan dalam profesi guru adalah faktor lain yang membuat seseorang menjadi “guru yang dijadikan.” Hal ini meliputi:
Dampak: Guru yang tidak menyadari sepenuhnya tanggung jawab dan tantangan profesi ini mungkin merasa frustrasi dan tidak mampu memberikan pengajaran yang berkualitas. Hal ini bisa berdampak negatif pada perkembangan akademis dan emosional siswa, serta menciptakan lingkungan belajar yang tidak kondusif.
Guru yang dijadikan cenderung menjalankan tugasnya secara rutinitas tanpa inovasi atau inisiatif tambahan. Akibatnya, proses belajar mengajar menjadi monoton dan kurang inspiratif, yang berdampak pada rendahnya motivasi belajar siswa. Apalagi jika sosok Guru kurang humanis, maka lebih berakibat buruk pada motivasi belajar siswa
“Guru jadi-jadian” adalah istilah yang mengacu pada individu yang mengajar tanpa kualifikasi yang memadai atau dengan cara yang tidak profesional. Mereka mungkin tidak memiliki latar belakang pendidikan yang cukup atau sertifikasi yang relevan. Beberapa karakteristik “guru jadi-jadian” meliputi : kurangnya kompetensi dalam mengajar, kurang bertanggung jawab dalam tugas, kurang disiplin dalam waktu sehingga menghasilkan dampak yang sangat buruk kepada perkembangan siswa. Hal ini dapat menghambat kemajuan akademis dan emosional siswa, serta menurunkan kualitas pendidikan secara keseluruhan
Kehadiran “guru jadi-jadian” dalam sistem pendidikan bisa sangat merugikan siswa dan madrasah. Mereka tidak hanya gagal memberikan pendidikan yang berkualitas, tetapi juga dapat merusak citra profesi guru secara keseluruhan.
Maka untuk menjadikan madrasah jaya dan hebat salah satu bentuk usahanya adalah madrasah tampil secara maksimal untuk memperbaiki kualitas seorang pengajar dari guru yang dijadikan dan guru jadi-jadian menjadi guru yang menjadi guru. Baik kualitas mengajarnya, kualitas emosionalnya dan kualitas spiritualnya. Dengan peningkatan kualitas emosional dan spiritual seorang guru, maka guru akan mampu menjadi magnet suri tauladan buat siswanya. Karena tidak sedikit siswa mengalami banyak problematika dalam kehidupannya. Bermasalah dengan orangtuanya, bermasalah dengan kehidupannya sendiri dll. Maka siswa juga butuh sosok guru yang tidak hanya cakap dalam mengajar melainkan juga cakap dalam emosional dan spiritualnya.
Guru berdaya maka siswa jadi bahagia dan madrasah jaya. Guru adalah pembuka pintu pengetahuan. Tetapi, tugas mereka yang paling mulia adalah membawa murid-muridnya sampai ke pintu Tuhan. Sehingga “Keberhasilan seorang guru bukan hanya diukur dari banyaknya ilmu yang dia ajarkan, tetapi dari sejauh mana muridnya mampu menemukan kebijaksanaan dan kebenaran.”
Khoirul Anam, S.Si. M.Pd. (Guru Matematika MAN 2 Rembang)
Tinggalkan Komentar